Ariza Hadiri Maulid Nabi di Masjid Jami’ Al-Amal Kuningan
Jakarta – Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta, Ariza Patria menghadiri kegiatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Masjid Jami’ Al-Amal, Kuningan, Setiabudi, Jakarta Selatan pada Senin (1/11). Dalam kesempatan itu, dia menyampaikan kisah tentang sifat penyayang rasulullah.
“Saya sangat senang, bangga, dan bahagia bisa hadir di acara ini, berdiri dan duduk bersama-sama dengan bapak ibu semuanya. Khususnya bersama Pak Adhyaksa Dault, Ustadz Das’ad Latif, dan para alim ulama. Karena berkumpul dalam acara pengajian seperti ini salah satu bentuk kebaikan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW dan para ulama,” ucapnya, mengawali sambutan.
“Berkumpul dengan orang-orang sholeh adalah salah satu obat hati. Tausiah para alim ulama insya Allah tembus ke hati kita sehingga bisa menyelesaikan berbagai masalah,” sambungnya.
Ariza menyampaikan syair/lagu yang sangat terkenal karya Sunan Bonang yang berjudul Tombo Ati atau Obat Hati. Tombo ati iku limo perkarane. Obat hati itu ada lima perkaranya. Yang pertama, baca Qur’an dan maknanya. Kedua, sholat malam dirikanlah. Ketiga, berkumpullah dengan orang-orang sholeh. Keempat, perbanyaklah berpuasa. Yang kelima, dzikir malam perpanjanglah.
Dia menjelaskan, mauludan atau maulidan adalah salah satu bentuk tradisi tanda kecintaan muslim kepada Nabi Muhammad SAW. Beliaulah rasulullah yang telah membawa umat manusia keluar dari zaman kejahiliyahan/kebodohan kepada kehidupan yang penuh keimanan.
Suami dari Ellisa Sumarlin itu bercerita, sepeninggal rasulullah, sahabat Sayyidina Abu Bakar Shiddiq termenung. Bertanya-tanya, amal saleh apa yang pernah dikerjakan oleh rasulullah, tapi belum dia kerjakan.
Maka Abu Bakar bertanya kepada (anaknya) Aisyah, yang merupakan istri rasulullah. “Wahai anakku, apa kira-kira amal yang pernah dilakukan oleh rasulullah ketika masih hidup tapi belum aku kerjakan?” Aisyah menjawab, “Rasulullah selalu memberi makan seorang perempuan Yahudi buta di pojok sudut pasar.” Tidak menunggu waktu lama, Abu Bakar menghampiri perempuan tua tersebut.
Sambil mengeluarkan makanan, Abu Bakar mendekati perempuan Yahudi buta itu. Ternyata, perempuan itu terus mengatakan hal buruk tentang rasulullah. Dia menghina dan menyuruh orang-orang di pasar untuk tidak mengikuti ajakan rasulullah. Hal itu dia lakukan setiap kali rasulullah datang memberi makanan dan menyuapi.
“Muhammad itu gila, jangan percaya sama dia. Dia pendusta.” Dan berbagai ungkapan buruk lain dia tujukan kepada rasulullah.
“Abu Bakar mendengar itu semua dengan gejolak hati tak karuan, sekuat tenaga dia menahan emosi. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan rasulullah saat memberi makan perempuan buta itu, sambil menerima berbagai hinaan dan ejekan. Ketika Abu Bakar mulai menyuapi, terkagetlah perempuan itu. Sambil memuntahkan suapan, perempuan buta ini berkata ketus, “Siapa kamu? Kamu bukan orang yang biasa memberi aku makan.”
Abu Bakar berkata, “Dari mana engkau tahu bahwa aku bukan orang yang biasa memberimu makan?” Perempuan itu menjawab, “Orang yang biasa memberiku makan melayaniku dengan lembut. Makanan yang engkau beri tidak kau haluskan lebih dulu. Orang yang biasa memberiku makan selalu menghaluskan makanan lebih dulu dengan mengunyahkan untukku, karena dia tahu gigiku sudah tak sanggup lagi mengunyah makanan.”
Tidak sabar dengan perasaan tak menentu di hatinya ini, Abu Bakar sambil terisak berujar, “Ya, aku memang bukan orang yang biasa memberimu makan. Ketahuilah, orang yang biasa memberimu makan sudah wafat beberapa hari lalu dan aku adalah sahabatnya. Orang yang biasa memberimu makan adalah Muhammad SAW, lelaki yang tiap hari engkau caci dan hina namun selalu bersabar dan tak pernah berhenti menyuapkan makanan ke mulutmu.”
Perempuan Yahudi yang buta itu kaget bukan main. Tak lama kemudian tangisnya pecah. Sambil menangis dia berkata, “Benarkah yang kau katakan? Benarkah orang itu Muhammad?” Abu Bakar menjawab, “Ya, dia adalah Muhammad.”
Perempuan itu berkata “Selama ini aku selalu menghina, memfitnah, tapi dia tidak pernah marah terhadapku sedikit pun. Dia membawakanku makanan dan menyuapiku setiap pagi, dia begitu mulia.”
Perempuan itu menyesal bukan main karena belum sempat meminta maaf kepada orang yang selalu dihina namun selalu peduli itu. Padahal, tidak ada seorang keluarga pun yang peduli dengan keadaannya. Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat di hadapan Abu Bakar.
“Kisah ini selalu membuat hati saya terharu biru. Betapa mulianya rasulullah, betapa penyayangnya beliau kepada seluruh manusia,” sambung Ariza.
Kegiatan itu juga diisi tausiah Ustadz Das’ad Latif. Di antara materi pentingnya adalah keharusan mendahulukan sholawat dan salam kepada rasulullah dalam berdoa. Dengan begitu, semoga Allah SWT berkenan mengabulkan. (arizapatria.id)