Pelonggaran PSBB Dinilai Belum Penuhi Syarat dari WHO, Ini Kata Wagub DKI
Jakarta – Pakar Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) menilai pelonggaran PSBB di DKI jakarta belum memenuhi 6 syarat dari WHO. Wagub DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria mengatakan masa transisi diberlakukan dengan berdasarkan data di lapangan.
“Kebijakan yang diambil Pak Gubernur sebagai Ketua Gugus Tugas dan kita semua yang berada di dalamnya tentu kebijakan yang terbaik dengan mendengarkan, mengakomodir dari para ahli, pakar, pemerintah pusat dan lain sebagainya. Dan itu juga kami konsultasikan dan kami dialogkan. Semuanya kami laksanakan demi untuk memastikan perlindungan bagi seluruh warga Jakarta,” kata Riza saat dihubungi, Kamis (11/6/2020).
Riza mengatakan PSBB transisi di DKI telah dikaji secara mendalam. Dia menuturkan saat ini Jakarta masih tetap melakukan pembatasan.
“Adanya pelonggaran dan masa transisi yang kita lakukan ini melalui satu diskusi dan dialog antara kita semua stakeholder terkait. Ini kebijakan yang terbaik, makanya kami tidak mencabut PSBB. Kami tetap melaksanakan PSBB di tahap 4 ini dengan juga memberlakukan masa transisi,” kata dia.
Riza mengungkapkan DKI Jakarta telah memenuhi persyaratan untuk melakukan PSBB transisi. Seperti penurunan angka penularan hingga persiapan fasilitas kesehatan.
“Memang di masa PSBB transisi ini ada syarat yang harus dipenuhi, di antaranya R0 di bawah satu. Dan R0 kita, ketika kita melakukan, 0,9. Kemudian kita juga mengalami kurva yang melandai, kurva kematian, yang dirawat, dan adanya peningkatan dari kurva penyembuhan,” jelasnya.
“Syarat lain juga, persiapan sarana dan prasarana, juga kesiapan dokternya, tenaga medis lainnya. Kemudian testing dan tracing. Kita juga memenuhi standar WHO, dan juga tidak kalah penting adalah kesehatan masyarakat,” imbuhnya.
Riza menambahkan, selama PSBB sebelumnya, 60 persen warga Jakarta berdiam diri di rumah. Keputusan pelonggaran yang diambil DKI, sebut Riza, merujuk pada data di lapangan.
“Berdasarkan dari 60 persen masyarakat kita memang berdiam di rumah pada PSBB 1, 2, 3, dan itu angka yang baik. Di seluruh Indonesia kita memang terus meningkatkan angka ini, kecuali sesuatu yang penting. Jadi, sekali lagi kami melakukan masa transisi berdasarkan data yang ada di lapangan,” ungkapnya.
Kepada warga Jakarta, Riza meminta untuk tetap di rumah apabila tidak ada keperluan yang mendesak. Dia meminta masyarakat di Jakarta mengikuti protokol kesehatan jika berada di ruang publik.
“Jadi, cara efektif sekarang di masa transisi ini adalah, satu, tetap berdiam diri di rumah, kecuali sesuai yang penting dan harus ada syaratnya. Satu menggunakan masker, dua jaga jarak, mencuci tangan dengan sabun di air yang mengalir, kemudian tidak masuk dalam kerumunan. Jadi itu lah yang harus dilakukan setiap warga Jakarta. Tapi sekali lagi, yang terbaik adalah tetap berada di rumah,” paparnya.
Sebagaimana diketahui, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan minimal ada 6 syarat yang harus dipenuhi bila pemerintah suatu negara ingin membuka kembali wilayahnya. Berikut ini syaratnya:
1. Transmisi penyakit sudah terkendali.
2. Sistem kesehatan mampu mendeteksi, mengetes, mengisolasi, dan melakukan pelacakan kontak terhadap semua kasus positif.
3. Risiko di lokasi hot spot seperti panti jompo bisa diminimalisir.
4. Sekolah, kantor, dan lokasi penting lainnya bisa dan telah menerapkan upaya pencegahan.
5. Risiko kasus impor bisa ditangani.
6. Komunitas masyarakat sudah benar-benar teredukasi, terlibat, dan diperkuat untuk hidup dalam kondisi ‘normal’ yang baru.
Namun, menurut Kepala Departemen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Tri Yunis Miko Wahyono, 6 syarat tersebut belum dipenuhi oleh DKI Jakarta.
“Kalau dari syarat pertama sih kayaknya belum memenuhi syarat. Karena kasus COVID-19-nya belum turun dan belum aman,” kata Tri Yunis Miko saat dihubungi, Kamis (11/6).
Miko mengatakan, mestinya PSBB Jakarta belum saatnya dilonggarkan. Kendati demikian, dia memakluminya jika dilihat dari kondisi ekonomi.
“Seharusnya belum dilonggarkan. Tapi kan tuntutan ekonomi jadi masalah DKI Jakarta. Kalau ekonomi nggak bergerak. Bayangkan berapa besar kehilangannya. Pedagang-pedagang Tanah Abang, Mangga Dua, semua akan teriak. Kalau teriak akan susah untuk meredamnya,” ujar Miko.
Sumber: Detik[dot]com